Domingus Roudolsifa pemuda asal Timor Leste. Dia mendapat hidayah masuk Islam karena melihat akhlak baik dan dermawan ustaz Syamsul Arifin Nababan.
Domingus bercerita sebelum mualaf dia bekerja sebagai buruh bangunan di NTT. Suatu waktu dia bertemu dengan seorang ustaz yang sikapnya baik dan santun. Ustaz itu juga dermawan tak cuma ke sesama muslim tapi juga kepada nonmuslim.
Domingus tertegun melihat sikap ustaz tersebut. Cara bicara dan memperlakukan orang begitu baik, sedangkan selama ini dia berkelakukan buruk. Sampai suatu hari, dirinya melihat ada dua orang masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat.
"Di situ saya menangis mendengar kalimat dua kalimat syahadat. Dalam pikiran saya apa makna dari syahadat," kata Domingus kepada merdeka.com, di pondok pesantren Mualaf An Nabba center, Ciputat, Senin (12/6).
Dia terus kepikiran akhlak baik ustaz dan ingin menjadi mualaf. Kemudian Domingus bercerita kepada mandornya soal keinginanya tersebut. Mandornya itu menanyakan kesungguhannya. Dia meyakinkan mandornya bahwa bersungguh-sungguh ingin menjadi mualaf.
Sang mandorpun menyarankan agar keputusan itu diceritakan kepada kedua orangtuanya. Tak menunggu waktu lama dia pulang ke kampung halaman dan menyampaikan keinginannya. Orangtuanya sangat terkejut. Terlebih lagi ibunya merupakan seorang pendeta.
"Alhamdulillah walau kaget mereka menyetujui," ucap pemuda 20 tahun itu.
Tapi dia tidak langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. Mandornya yang butuh keyakinan menanyakan langsung kepada kedua orangtua Domingus. Kedua orangtuanya mengiyakan bahwa mereka menyetujui anaknya pindah agama.
Kemudian, mandor itu memberitahukan niat Domingus kepada ustaz Nabababan. Ustaz Nababan memfasilitasi Domingus ke Jakarta untuk bersyahadat dan tinggal di pondok pesantren An Nabba.
Sesampainya di pondok, dia syahadat. Menurutnya setelah mengucapkan syahadat hatinya terasa tenang. Beban-beban yang ada dipikirannya hilang dan mulai belajar Islam lebih mendalam. Dia lalu berganti nama menjadi Muhammad Arfan.
"Alhamdulillah awalnya saya belajar Iqro, saya awalnya melihat Iqro itu saya pusing," kata anak pertama dari enam bersaudara.
Dengan menjadi mualaf dia berharap bisa berperilaku baik. Sebab selama ini dia anak yang kerap kali melawan kepada orangtua. Bahkan dia pernah meracuni ibunya. Dia tak pernah berkata baik kepada keluarganya. Dalam seminggu bisa sampai tiga kali membuat keluarganya menangis dengan perilakunya itu.
Saking buruknya ibunya menjuluki Domingus sebagai anak dajal. Sebelum berangkat ke Jakarta pun dia mengaku sempat membuat nangis ibu dan adiknya. Malah adiknya sampai dia tendang dadanya. Masalahnya sepele karena bajunya dipakai oleh si adik. Kini dia pun menyesal atas perbuatannya kepada keluarganya itu. Suatu hari dia ingin bersimpuh meminta maaf kepada orangtuanya.
Saat ini dia merasa perilakunya sudah mulai ada perubahan. "Mulai masuk Islam perilaku saya udah mulai berubah walau belum 100 persen," tuturnya.
Dia pun sudah nyaman tinggal di pondok pesantren dan menganggap sebagai surga karena begitu tenang dan damai.
loading...
0 Response to "Menangis dengar syahadat, anak pendeta NTT ini menjadi mualaf"
Posting Komentar